Pesantren Tertua di Tengah Penduduk Santri
Lingkungan pesantren tidak pernah lepas dari segala kegiatan yang setiap hari di laksanakan para santri. Saat masuk di lingkungan pesantren, semua orang sudah tentu sepakat bahwa para penuntut ilmu di sana adalah santri. Tak lepas dari busana sarung dan peci yang setiap hari dikenakan, juga lalu lalang setiap orang yang hendak mengaji kepada para ustadz, area pesantren sudah mewakili identitas para santri di dalamnya.
Namun, asumsi demikian tidak berlaku di salah satu pesantren di Kota Cirebon. Pesantren yang umumnya menjadi tempat berbaurnya para santri, di sini hampir tidak bisa dikenali mana yang santri dan mana yang penduduk asli. Semua masyarakat di lingkungan pesantren berbaur layaknya perkampungan penduduk pada umumnya. Mereka mengaji dan menuntut ilmu sebagai mana santri biasanya.
Adalah Pondok Pesantren Buntet, atau biasa dikenal dengan kebalikannya yaitu Buntet Pesantren, yang merupakan salah satu pesantren tertua di Indonesia. Pesantren di kabupaten Cirebon provinsi Jawa Barat Indonesia ini berdiri sejak abad 18, tepatnya pada tahun 1750, didirikan oleh seorang mufti keraton Cirebon, KH. Muqoyyim atau biasa dipanggil Mbah Muqoyyim. Menurut catatan sejarah, Mbah Muqoyyim mendirikan pesantren setelah ke luar dari keraton karena tidak suka dengan adanya intervensi dari Belanda. Sikapnya yang non koopratif dengan Belanda membuatnya memustuskan mengasingkan diri hingga akhirnya beliau mendirikan pesantren.
Area yang pertama kali dijadikan sebagai pondok pesantren berada di Desa Bulak, kurang lebih setengah kilometer dari perkampungan pesantren yang sekarang. Di desa ini terdapat peninggalan Mbah Muqoyyim berupa situs makam santri yang sampai sekarang masih utuh.
Pesantren Buntet terletak di antara dua desa, yakni delapan puluh persen menjadi wilayah administratif Desa Mertapada Kulon dan sisanya di bagian barat milik Desa Munjul. Wilayah Pesantren Buntet cukup luas, sehingga jangan heran jika pesantren ini mirip sebuah desa. Hal ini dikarenakan faktor pertumbuhan penduduk dari kalangan santri yang makin lama makin berkembang sehingga kepadatannya cukup besar.
Masyarakat Pesantren yang Homogen
Ada beberapa hal yang membedakan pesantren ini dengan layaknya pesantren lain. Di sini, para penghuninya merupakan lapisan masyarakat yang tergolong dalam tiga jenis. Yang Pertama adalah masyarakat keturunan kiai. Dari catatan silsilah keturunan kiai Buntet, hampir seluruh kiai di pesantren ini adalah anak cucu dari keturunan Syaikh Syarif Hidayatullah, Sunan Gunung Jati.
Golongan kedua adalah masyarakat biasa. Asal mula mereka adalah para santri atau teman-teman kiai yang sengaja diundang untuk menetap di Buntet. Awalnya mereka menjadi khodim atau teman-teman kiai. Kemudian karena merasa betah akhirnya menikah dan menetap di Buntet Pesantren hingga sekarang. Penduduk Buntet Pesantren yang bukan dari keturunan kiai ini dulunya dikenal dengan istilah masyarakat Magersari.
Lapisan terakhir adalah masyarakat santri. Di perkampungan santri ini, merekalah yang meramaikan aktivitas sehari-hari dengan menuntut ilmu agama. Siang para santri disibukkan dengan belajar di sekolah formal, dan malam harinya belajar kitab atau diskusi tentang agama di masing-masing kiai sesuai kapasitas ilmunya.
Di pesantren ini juga tidak ada semacam batas area seperti halnya pesantren umumnya. Semua santri tinggal dan berbaur dengan penduduk asli Pesantren Buntet. karena komunitasnya yang homogen inilah banyak orang yang sulit membedakan antara para santri dengan penduduk asli yang banyak diantaranya para alumni Buntet.
Perpaduan Sitem Salaf dan Kholaf
Kepemimpinan Pondok Buntet Pesantren dipimpin oleh seorang kiai yang juga berperan membawahi kiai-kiai lainnya dalam memimpin masing-masing asrama. Periode kepemimpinan kiai sepuh ini berturut-turut hingga sekarang dipimpin oleh kiai yang dikenal khos yaitu KH. Abdullah Abbas (almarhum), dan digantikan oleh KH. Nahduddin Abbas. Dalam kurun waktu dua abad tersebut Pesantren Buntet sudah banyak berganti periode kepengasuhan. Diantara nama-nama pengasuh yang tersohor adalah: KH. Muta’ad (Periode pertama), KH. Abdul Jamil, KH. Abbas, KH. Mustahdi Abbas, KH. Mustamid Abbas, KH. Abdullah Abbas dan KH. Nahduddin Abbas hingga sekarang.
Seiring dengan perkembangan zaman, Pondok Buntet Pesantren dengan segala potensi yang dimiliki berupaya meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan dengan memadukan antara sistem Salafi (kuno) dan Sistem Kholafi (baru). Oleh sebab itulah dibentuklah sebuah Yayasan Lembaga Pendidikan Islam (YLPI) Pondok Buntet Pesantren Cirebon, yang salah satu tugasnya adalah mengelola dan menyelenggarakan pendidikan formal dan non formal.
Diantara sekolah formal yang ada di Buntet Pesantren adalah: Akademi Perawat Buntet Pesantren, SMK Mekanika Buntet Pesantren, Madrasah Aliyah Negeri (MAN), Madrasah Aliyah Nahdlatul Ulama Putera (MANU Putra), Madrasah Aliyah Nahdlatul Ulama Puteri (MANU Putri), Madrasah Tsanawiyah Nahdlatul Ulama Putra I (MTsNU Putra I), Madrasah Tsanawiyah Nahdlatul Ulama Putra II (MTsNU Putra II), Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Diniyah, danTaman Kanak-Kanak.
Semua jenjang pendidikan formal begitu diupayakan karena sistem yang dibangun di pesantren ini mengharuskan bagi para santri untuk menyelesaikan pendidikan formal sebagai amanat UU Pendidikan Nasional. DIsamping itu meraka lebih diwajibkan mengikuti pendidikan non formal (dirosah diniyyah) yang digelar di masing-masing asrama, atau mengikuti pendidikan khsusus yang diadakan oleh kiai-kiai sesuai spesialisasi ilmunya.
[Sahal Yasin/Majalah Langitan]
0 comments
Post a Comment